Bagi anda yang aktif di pasar
modal, tentu anda pernah mendengar salah satu sosok misterius yang
sering disebut Bandar, sosok ini punya julukan lain seperti Bozz, Big
Player, Fund Manager, Hedge Fund Manager, dll.
Pada artikel sebelumnya
saya mencoba membahas tentang tanaman hias anturium atau gelombang
cinta, yang mungkin membawa hanyut banyak investor ritail, hari saya
akan coba membahas satu fenomena lain yang mungkin bisa membantu kita
memahami cara kerja dari Market Maker alias Bandar.
GELOMBANG CINTA DALAM BENTUK RAKSASA
Fenomena yang akan saya bahas adalah
fenomena kenaikan harga minyak bumi dunia yang terjadi pada tahun 2008,
pada saat itu harga minyak bumi bergerak naik secara drastis, jika
selama 5 tahun sebelumnya harga minyak dunia hanya naik turun di bawah $
50/barrel, pada tahun 2008 harga tersebut ditembus, dan harga terus
berlanjut menembus $ 100/ barrel dan melaju terus sampai level
tertingginya $ 145 / barrel pada bulan Juli 2008.
Jika kita mengingat-ingat kembali, saat
itu semua orang di Indonesia (bahkan dunia) membicarakan kenaikan harga
minyak bumi dunia, harga BBM Nasional dinaikan, BLT dibagikan, dari
Professional Trader, sampai tukang becak semua membahas hal yang sama.
Setiap hari di Koran Nasional selalu ada yang membahas tentang potensi
kenaikan harga minyak, dan peluang dan ancaman dibalik itu semua. Setiap
jam running text di TV nasional memberitakan update harga minyak
terbaru.
Alasan-alasan fundamental dibalik kenaikan harga tersebut bermunculan antara lain:
- Pertumbuhan Ekonomi China dan India yang mendorong kenaikan permintaan minyak bumi dunia
- Pemberontakan di Nigeria yang mengancam pasokan minyak dunia
- Cuaca buruk yang mengancam operasional pengeboran minyak lepas pantai dan berbagai alasan lainnya.
Semua faktor pada saat itu sepertinya
mendukung kenaikan harga minyak, dan terbukti harga minyak terus membuat
level tertinggi baru. Namun seperti yang kita semua ketahui, kondisi
itu tidak berlangsung lama, beberapa saat kemudian harga minyak bumi
jatuh secara lebih ekstrim.
Jika pada bulan Juli 2008 diperdagankan di harga $145/barrel, pada bulan Desember 2008 harganya tinggal $30/barrel.
Alasan-alasan Fundamental selama
kejatuhan harga tersebut juga banyak, krisis ekonomi Amerika, ancaman
resisi dunia, jumlah produksi global yang menurun, krisis liquiditas,
pertumbuhan ekonomi China dan India yang terancam, dll.
Sampai titik ini mungkin tidak ada yang
aneh dalam kasus ini, ketika permintaan meningkat harga naik, ketika
permintaan menurun, harga turun. Sesuai dengan hukum ekonomi. Namun jika
kita membandingkan besarnya penurunan permintaan dan besarnya penurunan
harga, “hal aneh” akan kita temukan.
Harga minyak turun $115 atau turun 80%
dari harga tertingginya, secara fundamental hal tersebut dipicu oleh
turunnya permintaan, tetapi tahukan anda berapa persen penurunan dari
permintaan minyak bumi selama periode tersebut ?
Permintaan minyak global secara total
hanya turun kurang lebih 2-3% dalam periode yang sama, jadi secara
logika kenaikan atau penurunan itu tidak bisa hanya dikaitkan dengan
penurunan permintaan semata.
Dan jika kita membanding-bandingkan
kondisi yang terjadi pada saat itu, rasanya kenaikan harga minyak bumi
tersebut hanyalah “gelombang cinta” dalam bentuk raksasa. Semua orang
berbondong-bondong membeli ketika ekspektasi baik, dan
berbondong-bondong menjual ketika eskpektasinya turun.
Karena bahkan ketika harga minyak bumi
menyentuh harga $30 / barrel pun Ekonomi China dan India tetap
bertumbuh, cuaca buruk tetap terjadi, dan pemberontak di Nigeria tetap
ada, hanya saja faktor tersebut tidak dibesar-besarkan lagi, melainkan
faktor negative yang mengambil alih.
Ekspektasi dapat merubah satu barang
yang tadinya mau dibeli orang di harga $145, menjadi mau dijual orang di
harga $30. Itulah dasyatnya ekspektasi !
Saya tidak sedang mengatakan bahwa ada
Market Maker Dunia yang menggoreng harga minyak bumi, saya tidak
memiliki kapasitas dan pengetahuan untuk membuat asumsi seperti itu,
yang saya mau gambarkan di sini adalah, fenomena buble alias
goreng-menggoreng tidak hanya bisa terjadi dalam produk investasi yang
“tidak ada gunanya” seperti anturium tetapi juga untuk produk investasi
yang “selalu berguna” seperti minyak bumi.
APLIKASINYA DI PASAR MODAL
Dalam pasar modal Anturium bisa kita
ibaratkan dengan saham-saham “gorengan” berkapitalisasi kecil, yang
hanya bernilai jika ada Market Maker yang menggerakannya, sedangkan
Minyak Bumi adalah saham-saham berkapitalisasi besar, dengan fundamental
yang baik, dan memiliki prospek jangka panjang yang baik pula.
Cara “menggoreng” saham ini tentu lebih
sulit, tetapi bukan mustahil. Saya akan mencoba menggambarkan bagaimana
psikologi dan ekspektasi pasar, dapat digunakan untuk mengangkat dan
menjatuhkan suatu saham yang berfundamental baik.
Untuk menggerakan dan membentuk ekspektasi, dibutuhkan beberapa hal :
1. Berita :
berita dibutuhkan untuk menaikan/menurunkan eskpektasi pasar, berita
positif digunakan supaya kita mau membeli saham market maker di harga
tinggi, dan berita negatif digunakan supaya market maker bisa membeli
saham kita di harga rendah.
2. Target :
target price dibutuhkan supaya kita dapat menghitung potensi keuntungan
yang mungkin kita dapatkan, dengan membeli saham tertentu. Target ini
harus dibuat se-realistis mungkin, ada banyak metode untuk membuat
target price, tetapi hampir semua target selalu disesuikan dengan harga
pasar.
Sebagai contoh jika harga 1.000 maka
target jangka menengahnya akan berada di kisaran 1.400-1.800, ketika
harga saham tersebut naik mendekati harga 1.400 targetnya juga tentu
akan naik, mungkin ke kisaran 1.800-2.300, alasannya sederhana, setiap
sekuritas ingin nasabahnya membeli saham, karena setiap saham yang
dibeli pasti akan dijual oleh pemiliknya. Dan untuk mencapai harga
tertentu, maka target harus dinaikkan supaya investor mau tetap membeli
di harga 1.800.
3. Realisasi / Komando :
langkah ketiga ini adalah langkah yang menggenapi kedua langkah di
atas, anda boleh setuju atau tidak, tapi menurut saya sebagian besar
dari investor retail termasuk saya sendiri adalah gerombolan penakut,
yang tidak/kurang berani mengambil inisiatif. Oleh karena itu kita
membutuhkan sosok Jendral dalam berinvestasi.
Kita bisa saja, hitung sana-sini, tarik
garis sana sini, cari info sana-sini, buat target price, trading
plan,dll. Tetapi pada akhirnya mayoritas dari kita selalu berkata “kalau
bandarnya belum menggerakan, jangan beli dulu” atau “semua terserah
bandar.”
Jadi pada prakteknya berita dan target
harga hanya akan diikuti dan dipercaya oleh sebagian besar dari kita
setelah ada gerakan yang mengarah ke situ.
Sebagai contoh, Anda mendapat info
bahwa target harga saham tertentu adalah 8.000, dan harga penutupan
kemarin ada di level 6.000.
Pertanyaannya apakah anda berani
memasang bid di harga 6.300 ketika market buka di esok harinya? Pada
umumnya investor retail tidak berani bertindak seperti itu, investor
retail selalu menunggu saham tersebut naik dulu ke 7.000 baru mereka
akan percaya bahwa berita yang mereka baca atau target price yang mereka
dengar adalah benar dan ketika harga turun ke 6.700 baru anda akan beli
karena anda merasa sahamnya sudah murah, dan target pricenya 8.000.
Kebiasaan investor retail ini dapat
menjadi makanan empuk bagi Market Maker, mereka bisa saja mengangkat
harga suatu saham, ke level yang “mencengangkan” dan “menakutkan”
sehingga para retail takut dan tidak sempat membeli, dan umumnya
investor retail menunggu kesempatan kedua, yang notabene merupakan waktu
dimana Market Maker sedang berjualan perlahan-lahan, dimana harga turun
perlahan-lahan, untuk memberi kesempatan kedua bagi semua investor
retail yang ada.
SANDIWARA RETAIL VERSUS MARKET MAKER
Berikut ini
adalah sandiwara karangan saya sendiri, untuk mencoba menggambarkan
bagaimana market maker dapat memanfaatkan ekspektasi dan psikologi kita
untuk menggerakan harga suatu saham, dan mendapatkan keuntungan.
R = Investor Retail
MM = Market Maker
Code saham : AJKK
Closing Price: 8.000
News : Perusahaan ini kemungkinan akan dibeli oleh investor asing.
Target Price : 10.000
Day 1 > Price: 8.100 (+100)
R: kita tunggu saja bandarnya mulai bergerak, daripada akhirnya nyangkut
MM : Mulai kumpulin barang
Day 2 > Price: 8.300 (+200)
R: Sudah mulai ada tanda-tanda tinggal tunggu konfirmasi, rumornya memang mau dibeli Investor Asing
MM : Persediaan semakin banyak
Day 3 > Price: 8.200 (-100)
R: Untung kemaren nggak jadi beli, terbukti sekarang turun lagi
MM : Kita tenangkan pasar dulu, supaya nggak banyak yang ikut ngumpulin
Day 4 > Price: 8.600 (+400)
R: Sial, sebenarnya kemaren ada kesempatan beli, hari ini keburu terbang.
MM: Saatnya kita bangunkan pasar, kita beli yang banyak supaya saham di tangan retail berkurang.
Day 5 > Price: 8.950 (+350)
R: Sudah kemahalan, pasti di 9.000 turun lagi, nggak mungkin bisa sampe 10.000 tanpa koreksi.
MM : Market sudah semakin takut, persediaan sudah ok, lebih gampang naikin harganya.
Day 6 > Price: 9.200 (+250)
R: Break resistance, ternyata bener mau diangkat ke 10.000, harusnya kita borong dari kemaren-kemaren.
MM : Belanja lagi dikit supaya break resistance.
Day 7> Price 9.000 (-200)
R: Pull back… Kesempatan emas untuk belanja.
MM: Saham yang kita beli kemaren langsung kita jual sekarang saja.
Day 8> Price 8.900 (-100)
R: Ini pasti jebakan bandar, untuk usir penumpang gelap, kesempatan tambah posisi.
MM: Kita jual sebagian saham yang kita beli di 8.600-8.950 beberapa hari yang lalu.
Day 8> Price 9.050 (+150)
R: Bener khan jebakan, untung kemaren saya beli, kita hold dulu saja target pertama 9.500.
MM: Istirahat dulu sambil menenangkan pasar
Day 9> Price 8.850 (-200)
R: Paling ini pengaruh regional, tunggu dulu aja nanti juga naik lagi.
MM : Jual saham yang dibeli di harga 8.600 – done
Day 10> Price 8.750 (-100)
R: Average down, mumpung harganya lagi koreksi lumayan.
MM: Jual lagi yang dibeli di 8.400 – done
Day 11> Price 8.650 (-100)
R: Saham ini sudah murah banget, targetnya di 10.000, saatnya masuk dengan kekuatan penuh.
MM: Kekuatan retail masih besar, kesempatan jualan lagi. (jual yang dibeli di 8.300 – done)
Day 12> Price 8.550 (-100)
R: Tenang aja, fundamental perusahaan ini bagus, prospek kedepannya masih baik, anggap aja investasi buat anak cucu.
MM : Akhirnya habis juga barang kita, saatnya liburan.
< Dari
cerita ini kita bisa melihat bagaimana ekspektasi bisa digerakan dengan
adanya berita, target dan komando yang dilakukan melalui perubahan
harga. Jika pada hari ke 0 – 8.000 adalah harga wajar, maka pada hari ke
11 – 8.650 sudah menjadi harga yang sangat murah >
Cerita di
atas hanyalah sandiwara yang saya buat didasarkan pengalaman pribadi dan
penerawangan tentang apa yang kemungkinan market maker lakukan, mungkin
benar- mungkin juga salah. Saya harap tidak dijadikan pedoman tetapi
hanya untuk menambah wawasan sehingga kita bisa menjalankan trading kita
dengan lebih bijak.
Ok, untuk
minggu ini saya rasa cukup segini… Saya harap bisa membantu rekan-rekan
sekalian dalam berivestasi lebih bijak di pasar modal. Saya tidak bisa
menjanjikan untuk menulis part-part selanjutnya karena beberapa alasan
tertentu. Tapi saya harap ini bisa memberikan pencerahan bagi kita
semua, saya tunggu pendapat dan masukan dari rekan-rekan yang lain.
Sekali
lagi, saya sama sekali tidak menjamin kebenaran dari tulisan ini, saya
hanya memaparkan analisis saya yang saya dapatkan dari perenungan dan
pembelajaran saya selama ini.
Sumber : http://www.creative-trader.com